Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 14 Oktober 2014

Energi Rendah Karbon Memungkinkan Pada Tahun 2050

Tidak ada komentar :

Dalam skala global pertumbuhan ekonomi berbasis rendah karbon tidak hanya memungkinkan, tetapi akan dapat meningkatkan suplai listrik secara signifikan di tahun 2050 dan menurunkan tingkat polusi udara dan air, berdasarkan hasil penelitian terbaru.

Walaupun penggunaan photovoltaic membutuhkan tembaga 40x lebih banyak dari pembangkit listrik konvensional dan turbin angin memerlukan 14x lebih banyak besi, dunia membutuhkan perpindahan tersebut untuk mendapatkan energi dengan tingkat karbon yang rendah.

Hasil penelitian ini diterbitkan dalam "Proceedings of the National Academy of Sciences" by Edgar Hertwich and Thomas Gibon dari Norwegian University of Science and Technology Departement of Energy and Process Engineering.

Pemantauan dari siklus kehidupan

Dalam laporan global life-cycle assessment pada biaya dari energi terbarukan secara ekonomi dan lingkungan di dunia sebagai respon dari perubahan iklim.

Beberapa studi lain menelisik akan biaya dari kesehatan dan polusi udara, perubahan lahan atau penggunaan metal. Tim asal Norwegia telah mempertimbangkan berbagai dimensi tersebut.

Beberapa hal mereka tidak sertakan seperti bioenergi, konversi jagung, tebu, dan tumbuhan lain untuk penggunaan etanol dan bbm, karena mereka juga melakukan penelitian pada sistem pangan secara komprehensif; serta energi nuklir, karena mereka tidak dapat merekonlisi apa yang disebut dengan "hasil berkonflik pada pendekatan penilaian yang bersaing".

Tetapi mereka mempertimbangkan bahwa biaya untuk energi solar, turbin angin, hydro, gas dan pembangkit batu bara yang menggunakan penangkapan dan penyimpanan carbon untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Mereka mempertimbangkan permintaan alumunium, tembaga, nikel dan besi, grade silikon secara metalurgi, kaca, zinc dan clinker. Pertimbangan mengenai biaya komparatif dari pembangkit listrik "bersih" dan "kotor", dan dampak dari gas efek rumah kaca, material partikel, racun di dalam ekosistem dan eutrophication dan peningkatan plankton di sungai dan danau.

Tim peneliti juga menilai dampak dari pembangkit listrik di masa depan pada penggunaan lahan, dan mereka menilai keuntungan ekonomi dari peningkatan energi terbarukan pada pengekstrasian dan penyimpanan dari mineral yang dibutuhkan untuk menciptakan energi terbarukan kembali.

Lebih Efisien

Hasil tersebut diproyeksikan menjadi dua skenario: pertama adalah produksi listrik pada tingkat global meningkat hingga 134% sampai dengan tahun 2050, dengan bahan bakar fosil mendominasi dua pertiga dari total yang dibutuhkan dan kedua bahwa peningkatan permintaan listrik lebih hemat 13% hingga tahun 2050 karena penerapan teknologi yang lebih efisien.

Hasilnya adalah energi baru yang dihasilkan membutuhkan besi dan metal dengan peningkatan hanya sebesar 10%. Sistem Photovoltaic membutuhkan tembaga pada kisaran 11 - 40 kali dari yang dibutuhkan generator konvensional, tetapi permintaan pada tahun 2050 hanya meningkat selama dua tahun dari produksi tembaga saat ini.

Kesimpulan mereka adalah produksi energi yang berhubungan dengan mitigasi perubahan iklim dapat dicapai, terdapat peningkatan permintaan untuk besin dan semen, dan akan mengurangi tingkat emisi dari polusi udara saat ini.

"Hanya memerlukan dua tahun dari total produksi global tembaga dan satu tahun total produksi besi untuk memenuhi kebutuhan sistem energi rendah karbon untuk menyuplai energi listrik seluruh dunia sampai dengan tahun 2050", ungkap peneliti.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar