
Indonesia termasuk negara berkembang yang menerima dampak perubahan iklim. Dampak perubahan iklim sudah mulai di rasakan, diantaranya seperti peningkatan intensitas frekuensi banjir, dan perubahan musim yang semakin sulit diprediksi. Adaptasi perubahan iklim membutuhkan komitmen dana yang besar.
Di tingkat Internasional pada awalnya dana adaptasi diambilkan dari dana CDM, namum saat ini harga karbon jatuh. Selain itu juga diambilkan dari komitmen dana negara maju, utamanya negara annex I, yang menurpakan kontributor emisi dominan untuk mengucurkan dana adaptasi kepada negara berkembang. Namun mengingat pada saat ini bahkan negara majupun juga menerima dampak perubahan iklim, ada indikasi bahwa dana adaptasi internasional ini terhambat. Beberapa waktu yang lalu Jerman mengalami banjir besar dan ini tidak sedikit kerugian yang dialami.
Isu adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sangat erat. Dengan melakukan mitigasi, atau pembatasan/pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) akan memperlambat laju perubahan iklim yang mana ini akan membantu adaptasi perubahan iklim. Hanya saja terdapat satu isu penting dalam topik ini yaitu tingkat ketidakpastian di masa yang akan datang. Ketidak pastian ini seharusnya jangan menjadi alasan untuk tidak melakukan apa-apa terhadap perubahan iklim yang saat ini sedang terjadi. Presiden SBY sendiri sudah mencanangkan untuk mengurangi emisi GRK 26% dengan biaya sendiri dan 41% dengan bantauan internasional pada tahun 2020 melalui Perpres 61/71 tahun 2011.
Potensi pendanaan adaptasi perubahan iklim, selain dari internasional yang sudah disebutkan sebelumnya, hanya saja keberlanjutannya masih dipertanyakan. Sumber dana yang lain yaitu dari pendanaan pribadi. Pendanaan pribadi sebenarnya adalah salah satu pendanaan yang dibangkitkan dari pelaku kegiatan adaptasi itu sendiri. Karena mereka yang mengalami, sehingga seringkali korban dampak perubahan iklim justru harus menanggung dampak yang jauh lebih besar dari yang lainnya.
Alternatif lain sumber pendanaan adaptasi yaitu dari pihak swasta baik dari internasional maupun nasional. Pendanaan dari pihak swasta sangat patut untuk dilirik, karena sebenarnya sektor swasta lebih banyak memiliki dana ketimbang publik. Namun, tentu saja kembali lagi, apa yang menjadi insentif bagi pihak swasta apabila mereka berkontribusi secara positif untuk menggalang dana sebesar USD 100 miliar tersebut.
Estimasi kebutuhan pendanaan untuk adaptasi perubahan iklim di Indonesia, mencapai hingga Rp. 840 triliun, jauh lebih tinggi daripada kegiatan mitigasi yang tertuang dalam RAN GRK, yang mencapai Rp. 225 triliun. Hingga kini, masih belum ada bayangan mengenai sumber pendanaan perubahan iklim, khususnya untuk adaptasi, dapat diterapkan di Indonesia. Sumber pendanaan untuk kegiatan adaptasi perubahan iklim, hingga kini masih harus mengandalkan dana APBN.
Sumber: iesr.or.id, berbagai sumber
Tidak ada komentar :
Posting Komentar