Padahal, gedung Sjarekat Tapanoeli menjadi saksi bisu perjuangan pers pada masa-masa penjajahan Belanda silam. Belum jelas, pihak mana dan untuk kepentingan apa aset budaya tersebut dirubuhkan. Satu yang pasti, bangunan itu telah rata dengan tanah.Pengamat Sejarah dari Unimed, Ichwan Azhari mengatakan, saat ini memang masih sekira 50% bangunan bersejarah yang tersisa. "Tapi kita harus ingat, dalam waktu dekat bangunan bersejarah di Medan akan tersisa 20% jika keadaan seperti ini terus berlangsung," katanya.Maklum, saat ini, banyak bangunan bersejarah yang disulap atau dihancurkan menjadi tempat bisnis, perkantoran dan lainnya. "Hanya orang bodoh yang mau membenturkan masalah budaya dengan bisnis, padahal keduanya bisa bersinergi untuk meningkatkan kualitas masing-masing sisi," tegasnya.
Keadaan ini di Indonesia sepertinya tidak hanya terjadi di Kota Medan saja, namun juga di kota-kota lain di Indonesia. Banyak bangunan tua bersejarah yang arsitekturnya menarik dibiarkan terbengkalai, atau bahkan dihancurkan karena dinilai tidak 'kuno' dan ketinggalan jaman. Padahal ada solusi untuk menengahi hal ini. Salah satunya adalah memberikan fungsi baru bangunan bersejarah ini. Banyak sekali contoh alih fungsi bangunan bersejarah yang dibuah menjadi fungsi baru dan sukses, bahkan menjadi tempat tujuan pariwisata dan daya tarik kota. Salah satu contohnya adalah Kota Paris yang banyak mempertahankan bangunan tuanya dan malah menjadi daya tarik wisata. Salah satu bangunan tua bersejarah yang mengalami banyak fungsi perubahan di Kota Paris, Musee D'orsay. Pada awalnya dibangun tahun 1898 dan 1900 untuk stasiun kereta, pada masa perang menjadi tempat penyimpanan parsel, setelah perang menjadi stasiun bagi tahan perang, menjadi lokasi syuting berbagai film dan hingga saat ini menjadi galeri. Kota Paris tanpa bangunan-bangunan tua bersejarah tidak akan menjadi tempat yang menarik.
Bangunan bersejarah dengan fungsi baru dan modern
Dari sudut pandang ekonomi, menggunakan kembali bangunan bersejarah masuk akal. Rehabilitasi bangunan yang sudah ada biasanya lebih murah dibandingkan membangun yang baru. Bahkan, merehabilitasi bangunan dapat biaya hingga 12% kurang dari bangunan baru. Fakta bahwa proyek yang melibatkan bangunan bersejarah sering menarik swasta dan investasi publik seharusnya tidak mengejutkan. Bangunan bersejarah cenderung memiliki bahan-bahan berkualitas tinggi dan lokasi yang baik dan, sebagai hasilnya, memiliki lebih tinggi dari nilai jual rata-rata, bahkan selama periode depresi di pasar.
Setiap bangunan yang digunakan kembali adalah mengurangi sampah di tempat pembuangan sampah akhir. Penggunaan kembali atau daur ulang bangunan juga menghemat energi yang akan dikeluarkan dan gas rumah kaca yang dipancarkan selama pembongkaran, pembersihan site dan konstruksi. Telah dilaporkan oleh Masonry Heater Association of America bahwa energi yang dibutuhkan untuk membangun gedung baru secara kasar setara dengan energi yang dibutuhkan untuk mengoperasikannya selama 40 tahun! Dalam era meningkatnya biaya energi, kekhawatiran tentang perubahan iklim, dan persediaan menyusut sumber daya alam, isu-isu ini adalah pertimbangan penting.
Tapi alasan yang lebih kuat untuk menggunakan kembali bangunan bersejarah adalah kontribusi yang telah diberikan dari sisi budaya dan sosial pembangunan. Tempat bersejarah sering landmark yang paling dikenal di masyarakat, membangkitkan kenangan pribadi dan perasaan bangga, dan juga menjadi hubungan yang nyata dengan masa lalu dan komponen tak tergantikan sejarah kolektif dan identitas masyarakat.
Sumber: berbagai sumber
Tidak ada komentar :
Posting Komentar