Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 28 April 2013

Pemerintah Harus Mengumpulkan Data Hutan yang Rusak

Tidak ada komentar :




Direktur Lembaga Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Enny Sri Hartati menyarankan pemerintah mengumpulkan data tentang kawasan hutan yang rusak untuk membuktikan bahwa perkebunan kelapa sawit tidak menyebabkan kerusakan lingkungan.

"Indonesia harus menunjukkan data pada kawasan hutan yang rusak untuk membuktikan bahwa perkebunan kelapa sawit dan karet tidak merusak hutan di Indonesia," kata Enny dalam sebuah wawancara dengan Antara di Jakarta.

Enny membuat saran sehubungan dengan penolakan beberapa negara industri utama termasuk kelapa sawit mentah Indonesia dan komoditas karet pada daftar 54 barang ramah lingkungan.

Produk yang termasuk dalam daftar akan mendapatkan pengurangan tarif impor sebesar 5 persen.

Enny mengatakan, pemerintah bisa menunjukkan bahwa kawasan hutan yang rusak di Indonesia bukan disebabkan oleh CPO (Crude Plam Oil) dan perkebunan karet, tetapi dengan kegiatan pembalakan liar.

"Kami memiliki beberapa kementerian yang terkait dengan kawasan hutan untuk membuktikan kepada masyarakat internasional bahwa perkebunan CPO berada di kawasan hutan industri, tidak di kawasan hutan konservasi," kata Enny.

Selain itu, pemerintah Indonesia harus meningkatkan pembangunan infrastruktur di daerah hilir untuk menarik investor untuk mengembangkan bisnis di sektor komoditas berbasis agro.

"Jika fasilitas infrastruktur Indonesia berkembang dengan baik, investor akan memprioritaskan keuntungan dan mengembangkan bisnis di sektor komoditas berbasis agro," kata Enny.

Dia juga menyarankan agar pemerintah meningkatkan administrasi birokrasi sehingga investor tidak akan mengalami kesulitan dalam melakukan bisnis di Indonesia.

"Upaya ketiga bahwa pemerintah harus membuat untuk menarik investor adalah membuat lahan yang tersedia untuk industri di wilayah hilir untuk meningkatkan nilai tambah dari komoditas," kata Enny.

Sebelumnya, Asia-Pacific Economic Cooperation pertemuan menteri perdagangan Asia-Pasifik di Surabaya, Jawa Timur lalu gagal menyepakati masuknya beberapa produk tambahan pada daftar 54 barang lingkungan untuk mendapatkan pengurangan tarif hingga lima persen.

Meskipun beberapa perwakilan dari negara-negara berkembang bersedia untuk membahas masalah ini, delegasi Amerika Serikat menolak untuk membahas masuknya CPO dan karet komoditas pada daftar.

Sumber: antaranews.com

Tidak ada komentar :

Posting Komentar