
Asia Pulp and Paper (APP) yang merupakan grup Sinar Mas, mengatakan pada hari Selasa lalu bahwa pihaknya akan mengakhiri "pembukaan hutan alam" baru di seluruh rantai pasokannya, secara langsung. Mulai saat ini kami berjanji untuk bekerja dalam melestarikan "high conservation value" dan hutan yang mempunyai "high-carbon stock".
Langkah ini menandai sebuah kemenangan besar bagi aktivis hijau, karena kertas yang terbuat dari pulp berasal dari hutan hujan alami terakhir dari kawasan Asia Tenggara yang ditemukan dalam berbagai jenis produk di seluruh dunia dan pembuatannya telah berkontribusi pada terancamnya kepunahan satwa liar dan ekosistem di dalamnya.
Aida Greenbury, managing director for sustainability dari APP, mengatakan kepada media Guardian bahwa perusahaan tersebut tertarik untuk menunjukkan contoh kepada industri. "Ini saatnya untuk berhenti bicara dan berjuang sekarang adalah waktu bagi kami menunjukkan tindakan nyata di lapangan. Sekarang adalah waktu untuk berhenti berbicara tentang perubahan iklim, namun melakukan aksi nyata mengenai hal itu."
Setelah melalui serangkaian panjang penyelidikan oleh Greenpeace, APP pada tahun lalu diketahui telah menggunakan pohon yang terancam punah dan tidak secara legal tercatat dari Indonesia pada kemasannya untuk klien mereka. Kelompok aktivis lingkungan tersebut meneliti DNA dari pohon ramin untuk mengetahui habitat asli yang sama dari daerah harimau Sumatera yang langka pada kemasan untuk produk konsumen mereka.
Penyelidikan dan penemuan yang sama mengakibatkan APP ditinggalkan klien utama mereka, termasuk diantaranya Xerox, Danone, KFC Inggris, Disney dan Mattel, serta berbagai keluhan yang ditujukan kepada perusahaan tersebut. Pada saat itu, perusahaan menyatakan akan memperhatikan rantai pasokan produksi mereka lebih seksama, namun hal itu tampaknya dikerjakan dengan lambat. Perubahan sikap APP pada hari Selasa lalu 06.02.2013 merupakan terobosan yang nyata menurut Greenpeace.
John Sauven, direktur eksekutif Greenpeace Inggris, yang pada tahun 2011 ditolak masuk ke negara Indonesia karena kampanye pada isu tersebut, mengatakan langkah itu "sangat signifikan". APP merupakan bagian dari grup Sinar Mas, salah satu perusahaan terbesar di Asia Tenggara, dengan berbagai lini usaha termasuk diantaranya minyak sawit, pulp dan kertas. Perusahaan tersebut telah lama berkelit dari berbagai himbauan dan tudingan untuk menjadi lebih transparan mengenai praktik bisnis operasional mereka, dan dituduh berkontribusi terhadap deforestasi hebat yang terjadi di Indonesia. Tetapi Sauven mengatakan perusahaan itu sekarang bersedia bekerja sama dengan para aktivis.
Scott Poynton, kepala organisasi non-pemerintah Tropical Forest Trust, yang membantu mencarikan kesepakatan dengan APP, mengatakan. "Jika pabrik kertas terbesar ketiga di dunia dapat berkomitmen untuk pelestarian hutan, meskipun berbagai tantangan sosial, politik, ekonomi dan lingkungan yang mereka harus hadapi dan kendalikan untuk melakukannya. Maka setiap perusahaan dapat melakukannya sekarang. Tidak ada alasan bagi perusahaan lain, apakah mereka yang beroperasi di Indonesia, Afrika, ataupun area yang mempunyai wilayah hutan luas lainnya dan menghancurkan hutan sebagai konsekuensi bisnis mereka untuk memenuhi permintaan global akan produk yang mereka hasilkan."
Dia mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan di sektor swasta akan menjadi kunci pada upaya mengatasi perubahan iklim. "Deforestasi selalu menjadi target utama upaya untuk memperlambat perubahan iklim. Apa yang kami tunjukkan di sini adalah jawabannya dari sektor swasta. Sektor swasta adalah yang menebang pohon. Kami mencari di tempat yang salah pada solusi kami. PBB memiliki sedikit pemahaman mengenai kekuatan yang mendorong terjadinya deforestasi. Ataupun bagaimana mempengaruhi sektor swasta untuk berhenti berperilaku bisnis dengan cara yang merusak lingkungan "
Namun, APP mengatakan hanya akan fokus pada "high-carbon stock" dan "high-conservation value" hutan dan lahan gambut. Hal ini bisa diartikan bahwa mereka meninggalkan petak hutan yang telah terdegradasi, misalnya dengan deforestasi parsial.
Bustar Maitar, Kepala Kampanye Hutan Greenpeace di Indonesia, mengatakan perusahaan APP sekarang harus membuktikannya untuk menindaklanjuti janji-janjinya, "Kami memuji APP untuk membuat komitmen mengakhiri deforestasi, tetapi apa yang terjadi di hutan adalah penting dan kami akan memantau perkembangannya. Jika APP sepenuhnya menerapkan kebijakan baru itu yang akan menandai perubahan dramatis setelah bertahun-tahun melakukan deforestasi di Indonesia. ".
Selanjutnya secara politik di Indonesia akan diawasi dengan ketat. Pada bulan Mei tahun ini, moratorium dua tahun pada deforesatation hutan yang diumumkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2011 akan berakhir.
Maitar mengatakan: "Kami mendesak pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan momentum APP untuk memperkuat dan memperpanjang moratorium, dimulai dengan me-review semua konsesi hutan yang ada. Sebagai suatu hal yang mendesak, pemerintah harus meningkatkan penegakan hukum dalam kehutanan untuk membantu perusahaan. seperti APP yang menerapkan kebijakan konservasi. Aksi bersama antara pemerintah, industri dan masyarakat sipil di Indonesia pada akhirnya dapat mengubah gelombang kepunahan harimau Sumatera yang ada saat ini."
Sorotan sekarang menuju pada Asia Pacific Resources International, selaku perusaahan terbesar kedua pulp dan kertas di Indonesia yang belum melakukan komitmen terhadap deforestasi. Greenpeace telah menyurati perusahaan untuk meminta rencananya dalam isu ini.
sumber: guardian
Tidak ada komentar :
Posting Komentar