Keanekaragaman hayati di kawasan Indonesia Timur adalah rentan terhadap pencurian biologis atau biopiracy karena sebagian besar keragaman spesies di wilayah tersebut belum didaftarkan dan diidentifikasi, kata seorang pejabat.
"Ada kantong di Timur Indonesia yang perlu dilindungi untuk mencegah pembajakan pada keanekaragaman hayati," Deputi Bidang Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Pengendalian Kementerian Lingkungan Hidup Arief Yuwono mengatakan di sini, Kamis.
Dalam sebuah diskusi mengenai kompensasi dari pengembangan komersial alami bahan biologis, Yuwono mengatakan biopiracy yang merajalela dan oleh karena itu perlu bagi Pemerintah Indonesia untuk meratifikasi Protokol Nagoya segera.
Protokol Nagoya diadopsi pada tanggal 29 Oktober 2010 di Nagoya, Jepang. Tujuannya adalah pembagian yang adil dan merata atas keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan sumber daya genetik, sehingga berkontribusi terhadap konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati.
Indonesia telah menandatangani dokumen dari Protokol Nagoya bersama dengan 91 negara lainnya dari negara-negara anggota 193 Konvensi PBB. Namun, hanya 14 negara telah meratifikasi Protokol.
Protokol ini tidak akan dimulai hingga negara kelima puluh meratifikasinya.
Protokol Nagoya adalah perjanjian internasional yang komprehensif dan efektif pada perlindungan sumber daya genetik serta instrumen untuk mencegah biopiracy.
Biopiracy sendiri adalah pengembangan komersial alami bahan biologis, seperti zat tanaman atau baris sel genetik, oleh suatu negara berteknologi maju atau organisasi tanpa kompensasi yang adil untuk masyarakat atau bangsa di wilayah siapa bahan awalnya ditemukan.
Menurut Yuwono, data dari Kementerian Riset dan Teknologi menunjukkan bahwa ada sekitar 500 penelitian yang diusulkan oleh peneliti asing ke Indonesia. Sekitar 80 persen dari penelitian bertujuan untuk mempelajari keanekaragaman hayati di wilayah Indonesia timur.
Kewenangan kini mempromosikan pendidikan mengenai keanekaragaman hayati dan kompensasi dari pengembangan komersial alami bahan biologis untuk masyarakat lokal dan penduduk asli di beberapa wilayah.
"Ada kantong di Timur Indonesia yang perlu dilindungi untuk mencegah pembajakan pada keanekaragaman hayati," Deputi Bidang Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Pengendalian Kementerian Lingkungan Hidup Arief Yuwono mengatakan di sini, Kamis.
Dalam sebuah diskusi mengenai kompensasi dari pengembangan komersial alami bahan biologis, Yuwono mengatakan biopiracy yang merajalela dan oleh karena itu perlu bagi Pemerintah Indonesia untuk meratifikasi Protokol Nagoya segera.
Protokol Nagoya diadopsi pada tanggal 29 Oktober 2010 di Nagoya, Jepang. Tujuannya adalah pembagian yang adil dan merata atas keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan sumber daya genetik, sehingga berkontribusi terhadap konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati.
Indonesia telah menandatangani dokumen dari Protokol Nagoya bersama dengan 91 negara lainnya dari negara-negara anggota 193 Konvensi PBB. Namun, hanya 14 negara telah meratifikasi Protokol.
Protokol ini tidak akan dimulai hingga negara kelima puluh meratifikasinya.
Protokol Nagoya adalah perjanjian internasional yang komprehensif dan efektif pada perlindungan sumber daya genetik serta instrumen untuk mencegah biopiracy.
Biopiracy sendiri adalah pengembangan komersial alami bahan biologis, seperti zat tanaman atau baris sel genetik, oleh suatu negara berteknologi maju atau organisasi tanpa kompensasi yang adil untuk masyarakat atau bangsa di wilayah siapa bahan awalnya ditemukan.
Menurut Yuwono, data dari Kementerian Riset dan Teknologi menunjukkan bahwa ada sekitar 500 penelitian yang diusulkan oleh peneliti asing ke Indonesia. Sekitar 80 persen dari penelitian bertujuan untuk mempelajari keanekaragaman hayati di wilayah Indonesia timur.
Kewenangan kini mempromosikan pendidikan mengenai keanekaragaman hayati dan kompensasi dari pengembangan komersial alami bahan biologis untuk masyarakat lokal dan penduduk asli di beberapa wilayah.
Sumber: antaranews.com
Tidak ada komentar :
Posting Komentar